Reuni 212 diselenggarakan hari Sabtu 2 Desember 2017 juga memperingati perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW mengumpulkan begitu banyak orang dan para ulama dari seluruh Nusantara.
Saya bersama Lieus Sungkharisma dan kawan kawan berjalan kaki mulai dari Jl. Juanda menuju ke Monas. Untuk mencapai tempat tersebut tidak bisa menggunakan mobil karena jalan-jalan sudah ditutup mulai dari perempatan Harmoni bahkan sekeliling Istana, dikelilingi dengan pagar kawat berduri dan pasukan polisi yang begitu banyak.
Kesan saya adalah kok lebay banget ya. Padahal kita tidak sedang menghadapi perang, yang dihadapi oleh Istana sebagai simbol kekuasaan negara adalah rakyatnya sendiri. Umat Islam yang ingin berkumpul bersama dalam sebuah rangkaian acara sholat subuh, tausiah dari pada ulama dan silaturahmi diantara umat Islam sendiri untuk mempererat tali persaudaraan. Bahkan kami yang kafir pun ikut bergabung. Ini menunjukkan bahwa walaupun berbeda agama, berbeda suku, kita adalah bersaudara, sebangsa dan setanah air, tanah air Indonesia.
Tokoh-tokoh berkumpul mulai dari Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Sohibul Iman, Ustad Bahtiar Nasir, Ustad Felix Siaw, Fadli Zon, Fahri Hamzah sampai ke Ahmad Dani pun ikut hadir. Gubernur DKI Jakarta , Anies Baswedan juga memberikan sambutan. Sayangnya, pimpinan tertinggi negeri ini Presiden Jokowi tidak hadir. Beliau memilih untuk berada di Bogor.
Padahal mayoritas orang Indonesia beragama Islam dan jika Jokowi mau menyapa umat Islam yang datang dari berbagai penjuru daerah , tentu akan menjadi sebuah momentum yang menyiratkan bahwa Jokowi perduli terhadap rakyatnya. Biasanya beliau mendatangi rakyat dan selalu ada saja ceritanya di media, tapi saat rakyat dari daerah singgah ke Jakarta, kok malah memilih untuk berada di tempat lain?
Semoga saja tidak ada niatan untuk memilih milih rakyat mana yang ingin ditemuinya.
Akhirnya saya, Lieus dan kawan-kawan sampai juga ke panggung dengan dikawal oleh laskar FPI yang kebetulan melihat kami yang tidak mungkin lagi bergerak karena begitu banyaknya orang yang memadati Monas. Kami disambut dengan sangat baik ditengah jutaan umat Islam, diperkenalkan bahwa saya adalah seorang Katolik dan diminta berdiri. Ya, saya seorang Katolik, kafir dan Tionghoa berada bersama umat Islam dalam sebuah perayaan yang sangat menyentuh hati karena semua orang hadir di tempat itu bukan karena uang apalagi nasi bungkus tetapi karena kesadaran akan panggilan keagamaan dan bela negara yang saat ini diguncang dengan berbagai kegaduhan yang berpotensi untuk memecah belah bangsa.
Saya, Agnes Marcellina, bangga bisa hadir di Monas tadi pagi….dan ternyata umat Islam sangat toleran...
Salam Indonesia Raya.
Oleh Agnes Marcellina
Saya bersama Lieus Sungkharisma dan kawan kawan berjalan kaki mulai dari Jl. Juanda menuju ke Monas. Untuk mencapai tempat tersebut tidak bisa menggunakan mobil karena jalan-jalan sudah ditutup mulai dari perempatan Harmoni bahkan sekeliling Istana, dikelilingi dengan pagar kawat berduri dan pasukan polisi yang begitu banyak.
Kesan saya adalah kok lebay banget ya. Padahal kita tidak sedang menghadapi perang, yang dihadapi oleh Istana sebagai simbol kekuasaan negara adalah rakyatnya sendiri. Umat Islam yang ingin berkumpul bersama dalam sebuah rangkaian acara sholat subuh, tausiah dari pada ulama dan silaturahmi diantara umat Islam sendiri untuk mempererat tali persaudaraan. Bahkan kami yang kafir pun ikut bergabung. Ini menunjukkan bahwa walaupun berbeda agama, berbeda suku, kita adalah bersaudara, sebangsa dan setanah air, tanah air Indonesia.
Tokoh-tokoh berkumpul mulai dari Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Sohibul Iman, Ustad Bahtiar Nasir, Ustad Felix Siaw, Fadli Zon, Fahri Hamzah sampai ke Ahmad Dani pun ikut hadir. Gubernur DKI Jakarta , Anies Baswedan juga memberikan sambutan. Sayangnya, pimpinan tertinggi negeri ini Presiden Jokowi tidak hadir. Beliau memilih untuk berada di Bogor.
Padahal mayoritas orang Indonesia beragama Islam dan jika Jokowi mau menyapa umat Islam yang datang dari berbagai penjuru daerah , tentu akan menjadi sebuah momentum yang menyiratkan bahwa Jokowi perduli terhadap rakyatnya. Biasanya beliau mendatangi rakyat dan selalu ada saja ceritanya di media, tapi saat rakyat dari daerah singgah ke Jakarta, kok malah memilih untuk berada di tempat lain?
Semoga saja tidak ada niatan untuk memilih milih rakyat mana yang ingin ditemuinya.
Akhirnya saya, Lieus dan kawan-kawan sampai juga ke panggung dengan dikawal oleh laskar FPI yang kebetulan melihat kami yang tidak mungkin lagi bergerak karena begitu banyaknya orang yang memadati Monas. Kami disambut dengan sangat baik ditengah jutaan umat Islam, diperkenalkan bahwa saya adalah seorang Katolik dan diminta berdiri. Ya, saya seorang Katolik, kafir dan Tionghoa berada bersama umat Islam dalam sebuah perayaan yang sangat menyentuh hati karena semua orang hadir di tempat itu bukan karena uang apalagi nasi bungkus tetapi karena kesadaran akan panggilan keagamaan dan bela negara yang saat ini diguncang dengan berbagai kegaduhan yang berpotensi untuk memecah belah bangsa.
Saya, Agnes Marcellina, bangga bisa hadir di Monas tadi pagi….dan ternyata umat Islam sangat toleran...
Salam Indonesia Raya.
Oleh Agnes Marcellina
0 Response to "Agnes Marcellina: Saya Bangga Ikut Reuni 212, Ternyata Umat Islam Sangat Toleran"
Posting Komentar