Publik linimassa sedang heboh oleh hadirnya sosok Afi Nihaya Faradisa. Setelah menggebrak netizen dengan tulisan berjudul ‘Warisan’ dan ‘Agama Kasih’, Afi menjadi terkenal. Setiap status yang diunggah selalu mendapat ribuan ‘like’ dan komentar baik pro maupun kontra. Perempuan yang bernama asli Asa Firda Inayah ini laris diundang ke beberapa perguruan tinggi, acara televisi dan istana negara.
Siapa nyana, dua tulisan yang terkenal karena viral itu ternyata hasil plagiat. Wartawan voa-islam berusaha menghubungi beberapa guru Afi sesaat setelah dugaan plagiat ditulis netizen bernama Pringadi Abdi Surya.
Sejak awal, salah satu guru Afi yang menolak ditulis namanya ini sudah meragukan bahwa Warisan dan Agama Kasih adalah tulisan asli dari anak didiknya. “Afi cukup akrab dengan saya. Dia biasa curhat dari kelas X. Yang saya tahu dari dulu kebiasaan dia nulis status berhubungan dengan persoalan pribadi, baik dirinya, temannya, gurunya atau keluarganya,” ungkap bu guru yang mengajar Sosiologi ini.
...Ada dugaan bahwa Afi sedang dimanfaatkan oleh rezim sekarang ini. Terlihat sekali dari yang awalnya kemampuan menulis Afi bisa dibilang biasa, tiba-tiba saja terdongkrak sedemikian rupa...
Perkembangan Afi yang tiba-tiba menulis soal politik membuat para guru khususnya yang dekat dengan Afi terkejut. Dari gaya bahasa tulisan yang viral, ibu guru ini juga merasa Afi tidak seperti anak didik yang pernah dikenalnya.
Ada dugaan bahwa Afi sedang dimanfaatkan oleh rezim sekarang ini. Terlihat sekali dari yang awalnya kemampuan menulis Afi bisa dibilang biasa, tiba-tiba saja terdongkrak sedemikian rupa. Ada hal yang tidak wajar di sana. Dari Afi yang semula tulisannya seputar diri, teman, dan sekolah tiba-tiba peduli dengan isu kebangsaan.
“Saat muncul tulisan Afi yang viral, saya pikir kemampuan menulisnya mengalami peningkatan. Tapi isinya kok seperti itu?” sesal ibu guru yang sangat peduli dengan perkembangan anak didiknya ini. Bagaimana tidak menyesal, tulisan Afi yang viral mengundang pro dan kontra. Pro bagi mereka yang beraliran sipilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) dan kontra bagi mereka yang memahami akidah Islam dengan baik.
Pengakuan ini diperkuat oleh guru bahasa Indonesia Afi yang mengatakan bahwa kemampuan bahasa Indonesia Afi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Di tingkat SMA saja, kemampuan siswi Banyuwangi ini tidak terlihat menonjol. Jauh lebih tidak mungkin lagi pembelaan Afi dan para fans yang mengatakan bahwa tulisan tersebut adalah miliknya sejak tahun 2012. Itu artinya Afi sudah bisa menulis tema ‘berat’ sejak kelas 6 SD?
“Anaknya pandai bersilat lidah, jadi kita harus benar-benar jeli untuk melihat kebenaran dari diri Afi. Banyak hal yang orang tidak tahu dari diri anak ini,” ungkap sang ibu guru.
Sosok Afi sudah mulai redup sejak kasus plagiasi terkuak. Ditambah lagi kepongahan untuk meminta maaf atas perbuatan tak patut yang dilakukannya, muak sudah netizen dengan sikapnya. Bila dirunut ke belakang, sifat dan sikap Afi seperti ini sudah sangat dihapal oleh para guru dan teman-temannya.
Afi dikenal sebagai sosok yang tidak nyaman dijadikan teman. Bukan hanya tidak nyaman, mayoritas bila tak bisa dibilang semua teman memilih menjauh darinya. Hanya satu nama, sebut saja inisialnya Vn yang agak dekat dengan Afi. Vn ini memunyai sifat suka mengalah dan lebih bisa bersabar dengan sifat Afi. Tapi teman tinggal satu itu pun, ternyata memilih menjauh dari Afi setelah dia merasa dikhianati kepercayaannya.
Di sekolah pun, Afi cukup sering membuat masalah. Beberapa kali orang tuanya dipanggil oleh guru untuk membicarakan sikap Afi. Tapi menurut beberapa guru yang berhasil dihubungi oleh voa-islam, sikap Afi tidak berubah. Sebagaimana sikapnya dalam menanggapi pihak yang menasehati, Afi selalu memandang orang yang tidak sepakat dengannya itu membully. Dia pun menjadi pribadi yang menyukai sanjungan dan puji-puja daripada nasehat dan masukan demi kebaikan dirinya.
...Afi dikenal sebagai sosok yang tidak nyaman dijadikan teman. Bukan hanya tidak nyaman, mayoritas bila tak bisa dibilang semua teman memilih menjauh darinya...
Tidak memunyai teman dan sering bermasalah di sekolah, membuat Afi memilih banyak membaca dan aktif di sosial media. Di situlah dia berkenalan dengan kumpulan orang-orang atheis dan liberal. Ada dua nama yang cukup dekat dengan Afi, Arief di Jogja dan Gobind di Bali. Salah satu sosok yang sering dijadikan panutan oleh Afi adalah Abu Janda si penyebar fitnah dan hoax, sebelum kemudian ditegur oleh guru yang peduli dengan gadis 19 tahun ini.
Sosok Afi yang mudah dipengaruhi untuk menyuarakan pemikiran liberal, menjadi sasaran empuk untuk didekati dan diorbitkan. Dia pun didapuk sebagai salah satu admin di laman Turn Back Hoax. Terbukti dengan tulisan yang temanya tidak baru sebetulnya, nama Afi langsung melambung. Itu sebelum netizen bernama Pringadi menulis tentang dugaan plagiasi. Diundang kesana-sini, hingga kampus ternama dan gedung istana, semua terkecoh oleh tulisan hasil plagiat. Sesaat sebelum masuk istana, kepada salah satu wartawan Afi masih menyangkal telah melakukan kecurangan intelektual.
Di titik inilah muncul ‘keanehan’ yang terjadi beruntun. Entah berapa akun berusaha melindungi Afi dengan menyunting postingan di dinding FB masing-masing. Suntingan itu memperlihatkan seolah tulisan Afi sudah ada lebih lama daripada yang ada di akun FB Mita, orang yang diduga tulisannya diplagiat oleh Afi.
Akhir kata, drama Afi dan kehebohannya tak lebih dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyuarakan aspirasinya. Setelah kecurangan berupa plagiasi terbongkar, kehebohan itu mulai meredup. Kita tunggu saja tulisan Afi yang menghebohkan berikutnya. Akankah dia bisa berkreasi murni tanpa curang berupa plagiat? Ataukah akan ada episode selanjutnya plagiasi demi plagiasi yang dilakukannya? Semoga saja tidak.
Sumber: voa islam
Siapa nyana, dua tulisan yang terkenal karena viral itu ternyata hasil plagiat. Wartawan voa-islam berusaha menghubungi beberapa guru Afi sesaat setelah dugaan plagiat ditulis netizen bernama Pringadi Abdi Surya.
Sejak awal, salah satu guru Afi yang menolak ditulis namanya ini sudah meragukan bahwa Warisan dan Agama Kasih adalah tulisan asli dari anak didiknya. “Afi cukup akrab dengan saya. Dia biasa curhat dari kelas X. Yang saya tahu dari dulu kebiasaan dia nulis status berhubungan dengan persoalan pribadi, baik dirinya, temannya, gurunya atau keluarganya,” ungkap bu guru yang mengajar Sosiologi ini.
...Ada dugaan bahwa Afi sedang dimanfaatkan oleh rezim sekarang ini. Terlihat sekali dari yang awalnya kemampuan menulis Afi bisa dibilang biasa, tiba-tiba saja terdongkrak sedemikian rupa...
Perkembangan Afi yang tiba-tiba menulis soal politik membuat para guru khususnya yang dekat dengan Afi terkejut. Dari gaya bahasa tulisan yang viral, ibu guru ini juga merasa Afi tidak seperti anak didik yang pernah dikenalnya.
Ada dugaan bahwa Afi sedang dimanfaatkan oleh rezim sekarang ini. Terlihat sekali dari yang awalnya kemampuan menulis Afi bisa dibilang biasa, tiba-tiba saja terdongkrak sedemikian rupa. Ada hal yang tidak wajar di sana. Dari Afi yang semula tulisannya seputar diri, teman, dan sekolah tiba-tiba peduli dengan isu kebangsaan.
“Saat muncul tulisan Afi yang viral, saya pikir kemampuan menulisnya mengalami peningkatan. Tapi isinya kok seperti itu?” sesal ibu guru yang sangat peduli dengan perkembangan anak didiknya ini. Bagaimana tidak menyesal, tulisan Afi yang viral mengundang pro dan kontra. Pro bagi mereka yang beraliran sipilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) dan kontra bagi mereka yang memahami akidah Islam dengan baik.
Pengakuan ini diperkuat oleh guru bahasa Indonesia Afi yang mengatakan bahwa kemampuan bahasa Indonesia Afi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Di tingkat SMA saja, kemampuan siswi Banyuwangi ini tidak terlihat menonjol. Jauh lebih tidak mungkin lagi pembelaan Afi dan para fans yang mengatakan bahwa tulisan tersebut adalah miliknya sejak tahun 2012. Itu artinya Afi sudah bisa menulis tema ‘berat’ sejak kelas 6 SD?
“Anaknya pandai bersilat lidah, jadi kita harus benar-benar jeli untuk melihat kebenaran dari diri Afi. Banyak hal yang orang tidak tahu dari diri anak ini,” ungkap sang ibu guru.
Sosok Afi sudah mulai redup sejak kasus plagiasi terkuak. Ditambah lagi kepongahan untuk meminta maaf atas perbuatan tak patut yang dilakukannya, muak sudah netizen dengan sikapnya. Bila dirunut ke belakang, sifat dan sikap Afi seperti ini sudah sangat dihapal oleh para guru dan teman-temannya.
Afi dikenal sebagai sosok yang tidak nyaman dijadikan teman. Bukan hanya tidak nyaman, mayoritas bila tak bisa dibilang semua teman memilih menjauh darinya. Hanya satu nama, sebut saja inisialnya Vn yang agak dekat dengan Afi. Vn ini memunyai sifat suka mengalah dan lebih bisa bersabar dengan sifat Afi. Tapi teman tinggal satu itu pun, ternyata memilih menjauh dari Afi setelah dia merasa dikhianati kepercayaannya.
Di sekolah pun, Afi cukup sering membuat masalah. Beberapa kali orang tuanya dipanggil oleh guru untuk membicarakan sikap Afi. Tapi menurut beberapa guru yang berhasil dihubungi oleh voa-islam, sikap Afi tidak berubah. Sebagaimana sikapnya dalam menanggapi pihak yang menasehati, Afi selalu memandang orang yang tidak sepakat dengannya itu membully. Dia pun menjadi pribadi yang menyukai sanjungan dan puji-puja daripada nasehat dan masukan demi kebaikan dirinya.
...Afi dikenal sebagai sosok yang tidak nyaman dijadikan teman. Bukan hanya tidak nyaman, mayoritas bila tak bisa dibilang semua teman memilih menjauh darinya...
Tidak memunyai teman dan sering bermasalah di sekolah, membuat Afi memilih banyak membaca dan aktif di sosial media. Di situlah dia berkenalan dengan kumpulan orang-orang atheis dan liberal. Ada dua nama yang cukup dekat dengan Afi, Arief di Jogja dan Gobind di Bali. Salah satu sosok yang sering dijadikan panutan oleh Afi adalah Abu Janda si penyebar fitnah dan hoax, sebelum kemudian ditegur oleh guru yang peduli dengan gadis 19 tahun ini.
Sosok Afi yang mudah dipengaruhi untuk menyuarakan pemikiran liberal, menjadi sasaran empuk untuk didekati dan diorbitkan. Dia pun didapuk sebagai salah satu admin di laman Turn Back Hoax. Terbukti dengan tulisan yang temanya tidak baru sebetulnya, nama Afi langsung melambung. Itu sebelum netizen bernama Pringadi menulis tentang dugaan plagiasi. Diundang kesana-sini, hingga kampus ternama dan gedung istana, semua terkecoh oleh tulisan hasil plagiat. Sesaat sebelum masuk istana, kepada salah satu wartawan Afi masih menyangkal telah melakukan kecurangan intelektual.
Di titik inilah muncul ‘keanehan’ yang terjadi beruntun. Entah berapa akun berusaha melindungi Afi dengan menyunting postingan di dinding FB masing-masing. Suntingan itu memperlihatkan seolah tulisan Afi sudah ada lebih lama daripada yang ada di akun FB Mita, orang yang diduga tulisannya diplagiat oleh Afi.
Akhir kata, drama Afi dan kehebohannya tak lebih dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyuarakan aspirasinya. Setelah kecurangan berupa plagiasi terbongkar, kehebohan itu mulai meredup. Kita tunggu saja tulisan Afi yang menghebohkan berikutnya. Akankah dia bisa berkreasi murni tanpa curang berupa plagiat? Ataukah akan ada episode selanjutnya plagiasi demi plagiasi yang dilakukannya? Semoga saja tidak.
Sumber: voa islam
Artikelnya tidak mendidik bagi putra - putri indonesia yang masih duduk dibangku sekolah sebagai pelajar
BalasHapus